31 research outputs found

    IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 6 TAHUN 2019 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN PURWOKERTO

    Get PDF
    This study seeks to investigate in further detail the Implementation of Banyumas Regency Regulation No. 6 of 2019 on the Detailed Spatial Planning of the Purwokerto Urban Area. This study was cunducted in Banyumas Regency utilizing qualitative method with a case study approach. This study found that in the idealized policy aspect, spatial planning policies is used to regulate space utilization, spatial and environmental planning, and that includes fundamental materials for example program provisions related to buildings and the environment as a guide for the design of buildings in a region. Next in the aspect of target group, the implementation of spatial planning policies tries to engage all stakeholders through deliberative forums and public hearings. Moreover, in the implementing organization aspect, it demonstrates that the parties involved in the implementation of urban spatial planning policies are the local government of Banyumas Regency, Banyumas Regional People's Representative Council, the community, the private sector, the head of sub-district, the head of village. Lastly, in the environmental factor aspect, it was identified that the Purwekerto regency’s urban spatial planning policies was successfully implemented in terms of the social environment and the bureaucracy environment.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara lebih mendalam mengenai Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas tentang Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Purwokerto Nomor 6 Tahun 2019. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan bentuk pendekatan studi kasus yang dilaksanakan di Kabupaten Banyumas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada aspek Idealized policy digunakan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan ruang dan lingkungan serta mencakup materi pokok seperti ketentuan program terkait dengan bangunan dan lingkungan sebagai panduan dalam rancang bangunan suatu lingkungan/kawasan. Kemudian pada aspek target groups menunjukkan bahwa implementasi kebijakan tata ruang perkotaan berupaya melakukan pendekatan oleh semua pihak melalui forum musyawarah dan publik hearing. Sementara aspek Implementing organization menunjukkan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan tata ruang wilayah perkotaan terdiri dari unsur pemerintah daerah Kabupaten Banyumas, DPRD Kabupaten Banyumas, masyarakat, pihak swasta, Camat, Lurah, dan pada aspek Environmental factors berhasil mengidentifikasikan keberhasilan dari implementasi kebijakan tata ruang wilayah perkotaan dari sisi lingkungan sosial masyarakat dan lingkungan birokrasi sebagai pelaksana kebijakan tata ruang wilayah perkotaan Purwokerto

    Impact of Digitalization for MSME Actors in the Era of Adapting New Habits

    Get PDF
    Impact is a secondary effect brought on by the adoption of a plan or strategy. The Indonesian economy has been significantly impacted by the COVID-19 outbreak. Moreover, MSMEs are among the most severely impacted economic sectors. One of the regencies with a sizable number of MSMEs is Purbalingga. People are being pushed to adjust to rather rapid digital advancements as a result of the COVID-19 epidemic. Therefore, the study aims to examine and describe in detail how digitalization has affected MSME actors in the age of forming new habits, particularly in the Purbalingga Regency. This study used a qualitative research design with procedures for collecting data from in-depth interviews, observations, and documentation. Purposive sampling was used to choose research participants, and interactive analysis was used to analyze the data. The findings of this study suggest that MSMEs in Purbalingga Regency have been more negatively impacted by the COVID-19 epidemic than other groups. For instance, there has been a sharp decline in MSME incomes and a rise in layoffs as a result of MSMEs’ inability to pay for their personnel. The Purbalingga Regency government has implemented e-commerce, specifically through ”Tuka Tuku Purbalingga,” as one of its strategies for saving MSMEs. However, the MSME actors in Purbalingga Regency have faced new challenges as a result of digitalization. This is because some MSME actors in Purbalingga Regency continued to face technical gaps and restricted internet access. Keywords: impact, digitalization, MSME

    Akuntabilitas Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Kabupaten Banyumas

    Get PDF
    Salah satu masalah mendasar yang di hadapi oleh Pemerintah Indonesia adalah turunnya kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi publik. untuk itu pemerintah perlu mewujudkan akuntabilitas untuk menumbuhkan kembali kepercayaan publik terhadap kinerja birokrasi. Dalam upaya mewujudkan akuntabilitas demi mengembalikan kepercayaan publik, pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Selanjutnya, dalam mendorong keterbukaan informasi dalam mewujudkan akuntabilitas tersebut, pemerintah pusat maupun daerah dituntut untuk menunjuk dan mengangkat Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Pemerintah Kabupaten Banyumas mengangkat PPID dengan menetapkan Peraturan Bupati Nomor 94 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Pelayanan Informasi Publik. PPID merupakan salah satu aktor kunci pemerintah untuk mewujudkan keterbukaan informasi publik, untuk itu PPID juga perlu akuntabel pada kinerjanya. Akan tetapi masih terdapat masalah dalam pelayanan informasi publik di mana dalam website organisasi perangkat daerah dan website dari PPID itu sendiri belum terdapat informasi yang seharusnya disediakan, yang mana hal tersebut merupakan tanggung jawab dari PPID dalam mengelola dan melakukan pelayanan informasi publik seperti yang diamanatkan dalam Peraturan Komisi Informasi Pusat Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik. Untuk itu, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai akuntabilitas dari PPID dalam pelayanan informasi publik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan akuntabilitas Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Kabupaten Banyumas. Penelitian ini menggunakan konsep akuntabilitas yang dikemukakan oleh Koppell (2005: 94108). Koppell (2005: 95-99) memberikan konsepsi akuntabilitas yang difokuskan pada akuntabilitas proses dengan lima dimensi akuntabilitas. Lima dimensi tersebut yaitu: transparansi; liabilitas; pengendalian; responsibilitas; dan responsivitas. Transparansi merupakan nilai dasar dari akuntabilitas di mana birokrat atau organisasi yang akuntabel harus menjelaskan atau melaporkan kegiatannya. Dimensi liabilitas ini memberikan pandangan bahwa individu atau organisasi harus bertanggung jawab atas kinerjanya, dihukum karena penyimpangan dan diberi reward untuk kesuksesannya. Dalam dimensi pengendalian, pertanyaan kuncinya yaitu apakah organisasi melakukan apa yang pemberi amanah (principal) perintahkan? Responsibilitas dalam konsep akuntabilitas ini mengarah pada batasan organisasi selain dari pemberi amanah, yaitu hukum, peraturan, dan norma. Dimensi responsivitas memiliki arti lebih horizontal di mana apakah organisasi dapat memenuhi ekspektasinya. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu kualitatif deskriptif. Teknik pemilihan informan yang digunakan adalah purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif. Keabsahan data diuji dengan triangulasi sumber. Hasil penelitian menunjukkan dalam dimensi transparansi, Mekanisme pertanggungjawaban secara horizontal oleh PPID dilakukan lewat pemberian informasi di website belum dilakukan dengan maksimal. Akan tetapi kemudahan dalam akses informasi telah dilakukan dengan baik lewat pelayanan informasi publik yang cepat. Kemudian dalam dimensi liabilitas, PPID Kabupaten Banyumas belum menghadapi konsekuensi atas kinerjanya. Pada dimensi pengendalian, tidak terdapat kontrol langsung yang dilakukan oleh pemberi amanah yang kemudian kontrol dilakukan oleh koordinator kepada PPID Kabupaten Banyumas, akan tetapi hal tersebut belum menyeluruh kepada seluruh anggota. Selain itu, belum seluruh anggota PPID membuat dan melaporkan hasil kegiatannya atau pelayanan informasi publik yang dilakukannya. Terdapat sumber pengendalian lain pada PPID Kabupaten Banyumas yaitu dari Komisi Informasi Provinsi Jawa Tengah yang melakukan monitoring dan evaluasi akan tetapi hanya untuk penilaian penghargaan keterbukaan informasi publik. Pada dimensi responsibilitas, PPID Kabupaten Banyumas belum melaksanakan tugasnya sesuai dengan aturan yang ada. Hal ini dapat dilihat dari pemahaman anggota PPID tentang kewajibannya yang masih kurang. Dalam dimensi responsivitas, PPID Kabupaten Banyumas belum dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan publik. Belum adanya upaya dari PPID Kabupaten Banyumas dalam menjaring kebutuhan publik. Untuk itu dapat dikatakan bahwa akuntabilitas yang dilakukan oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Kabupaten Banyumas belum maksimal. Kata Kunci: Akuntabilitas, Informasi Publik, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi

    Collaborative Governance in Creating a Child-Friendly City in Banda Aceh City

    Get PDF
    Child-Friendly City is an effort to make cities safe, decent, and friendly for children. Child-Friendly Cities is a child-based development system integrated with government resources, the community, the media, community organizations, and the business world to guarantee children's rights. The City Government of Banda Aceh 2022 has again won an award as a Child-Friendly City in the Nindya category, and this category has increased at a level compared to last year. This achievement must be connected to the role and involvement of the government, the private sector, and the community. Therefore, this study aims to determine how far the Collaborative Governance process is in Creating a Child-Friendly City in Banda Aceh City. The research method used is a qualitative method with a type of research with a literature study approach obtained from books, journals, regulations, written sources, both printed and electronic, and others relevant to this research. After the data is collected, it will be analyzed following a research discussion raised using an interactive analysis model. The research findings are that the City of Banda Aceh can become a fully Child-Friendly City if it involves various parties or partners in making it happen. This is seen from three dimensions, namely (1) Principled Engagement; (2) Shared Motivation; (3) Capacity for Join Action, where collaboration between parties goes well

    PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA (P3MD) DI KABUPATEN BANYUMAS

    Get PDF
    Abstrak Program  Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa. Di Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah, program tersebut dimulai sejak tahun 2015. Program yang berlangsung lama tersebut rupanya belum dapat mewujudkan masyarakat yang berdaya. Hal tersebut ditandai dengan masih tingginya angka kemisikinan dan masih lemahnya keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan. Tujuan dari penelitian ini yaitu: untuk mendeskripsikan dan menjelaskan gagalnya Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD)  dalam memberdayakan masyarakat di Kabupaten Banyumas. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan lokasi penelitian di Kabupaten Banyumas dengan lokus Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas yang terdiri dari 20 desa. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) di Kabupaten Banyumas belum berhasil dalam memberdayakan masyarakat agar bisa berpartisipasi aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan karena pendampingan yang ada baru dapat mewujudkan partisipasi yang ada masih sebatas mobilisasi, belum merupakan partisipasi yang sesungguhnya. P3MD gagal dalam memberdayakan masyarakat karena belum dapat meningkatkan kapasitas lembaga kemasyarakatan sebagai organisasi lokal di Kabupaten Banyumas dengan baik. Kapasitas organisasi lokal masih lemah karena belum pendampingan yang kurang intensif sehingga para pengurus organisasi lokal belum memiliki bekal yang cukup tentang ilmu-ilmu pemberdayaan.   Kata Kunci: Pemberdayaan Masyarakat, Pembangunan Desa, Organisasi Lokal Abstract The Village Community Development and Empowerment Program (P3MD) is an effort to develop community independence and welfare by increasing knowledge, attitudes, skills, behavior, abilities, awareness, and utilizing resources through establishing policies, programs, activities, and assistance that are in accordance with the essence of the problem and prioritize the needs of the Village community. In Banyumas Regency, Central Java Province, the program was started in 2015. It seems that this long-running program has not been able to create an empowered society. This is indicated by the still high poverty rate and the weak community involvement in the development process. The purpose of this study is: to describe and explain the failure of the Village Community Development and Empowerment Program (P3MD) in empowering communities in Banyumas Regency. This study used qualitative methods with research locations in Banyumas Regency with the locus of Cilongok District, Banyumas Regency consisting of 20 villages. The conclusion of this research is that the Village Community Development and Empowerment Program (P3MD) in Banyumas Regency has not been successful in empowering the community to actively participate in development planning, implementation and monitoring because the existing assistance can only realize that existing participation is still limited to mobilization, not yet participation. The real. P3MD failed to empower the community because it had not been able to properly increase the capacity of social institutions as local organizations in Banyumas Regency. The capacity of local organizations is still weak because there is no less intensive assistance so that the administrators of local organizations do not have sufficient knowledge about empowerment.     Keywords: Community Empowerment, Village Development, Local Organizations

    Kapasitas Bisnis Pemerintah Desa dalam Perspektif Business-Government Relationship Pasca Implementasi Otonomi Desa (Kasus di Kabupaten Banyumas)

    Get PDF
    The Indonesian Governments policies after the implementation of village autonomy are directed to villages business development. Village governments duties and functions are not only related to administrative matters anymore, but also in operation of villages business. This shows that there is a developing business commitment in Indonesia. The research result shows that the Business-Government Relationship in Indonesia has changed from one way to mutual interaction, as shown with the development of Public Sector Entrepreneurship and business commitment in village government environment. Both factors evidently improve the capacity of business, which begins to be developed by the Indonesian Government at all levels. The development of Public Sector Entrepreneurship is shown with the business creativity, business cooperation, and professionalism of village government in governments business management. Meanwhile, local governments business commitment is shown with support of policies, funding and human resources in governments business management. Governments business capacity is shown with efficiency, effectiveness and economy (value for money) achieved by governments business unit. In Indonesia, particularly in Banyumas Regency, village autonomy has given opportunity for the development of Business-Government Relationship at local level

    Entrepreneurial Leadership Dalam Pemanfaatan Dana Desa Era Post Covid19

    Get PDF
    Dalam perkembangan teori organisasi, aliran modern menekankan pentingnya sebuah organisasi untuk senantiasa berhubungan dengan lingkungannya baik lingkungan internal maupun eksternal organisasi. Organisasi yang efektif merupakan organisasi yang mampu menyesuaikan diri secara cepat dengan perubahan karakteristik lingkungannya (Keats & Hitt, 1988) (Bala & Feng, 2019) (Science, 2021) (Menoni & Schwarze, 2020). Berdasarkan pandangan tersebut, terlihat bahwa adaptabilitas dan fleksibilitas organisasi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu organisasi. Era post Covid19 mendorong setiap organisasi untuk cepat bergerak memulihkan kondisi menjadi lebih baik dari sebelumny

    MANAJEMEN KELEMBAGAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDES) DI DESA GRUJUGAN KECAMATAN KEMRANJEN KABUPATEN BANYUMAS

    Get PDF
    Pembangunan desa dapat ditingkatkan melalui pengembangan potensi perekonomian desa dan menjadi wadah bersama masyarakat pedesaan dalam membangun diri dan lingkungannya secara mandiri dan partisipatif. Masyarakat desa memiliki hak yang sama untuk ikut tumbuh dan berkembang dalam membangun tatanan kehidupan dan kesejahtraan secara merata. Salah satu pendekatan baru yang diharapkan mampu menjadi penggerak pembangunan dan roda perekonomian desa adalah melalui pendirian kelembagaan ekonomi masyarakat desa yang disebut dengan istilah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai salah satu program andalan dalam meningkatkan kemandirian perekonomian desa. Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk Menganalisis dan Mendeskripsikan secara mendalam Manajemen Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) di Desa Grujugan Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas.Setelah adanya analisa masalah maka dapat ditentukan aspek kegiatan pendapingan kelembagaan BUMDes. Asepk yang menjadi fokus pelaksanaan pengabdian ini menitikbertkan pada manajemen organisasi yang melihat pembangunan BUMDes dari aspek perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan kontrol dalam menjalankan fungsi dan tanggungjawab pengelolaan badan usaha milik desa (BUMDes)

    PUBLIC GOVERNANCE CAPACITY IN THE ACCOUNTABILITY OF VILLAGE-OWNED ENTERPRISE MANAGEMENT IN INDONESIA

    Get PDF
    The Indonesian Government has encouraged the development of village-owned business as an alternative utilization of village transfer fund. The trust of the Indonesian government in the village government has been seen from the transfer of funds given to the village. This fund aims to develop their village. Building village-owned business should certainly be counterbalanced with a public accountability mechanism. This research aims at describing the capacity of public governance in the accountability system performed by public sector organization. This research also explores public capacity in supporting the accountability of BUMDes management from a cultural perspective. Village communities have distinct characteristics where not all systems can operate without local wisdom. This research employs both quantitative and qualitative approaches and use questionnaire and interview guide as its instruments. This research is conducted in Banyumas and takes 41 village business units and informants consisting of village business manager, village official and villager elements as the samples. The data and information are analyzed using quantitative descriptive analysis method with support of information analyzed using interactive analysis method. The research results show that public governance capacity in the accountability of village business management is still low. The opportunity of stakeholders’s involvement in public accountability system is not yet created by public organization. This is due to the strong patrenalistic culture among Indonesian society. The village community tends to give full trust and to the village government, especially the village head. This kind of patrenalistic culture opens opportunities for not optimal accountability horizontally. Consequently, the accountability only applies vertically. This research suggests improving the capacity of public governance in the accountability system of village-owned business management through optimizing stakeholders’ role in the accountability of Village-Owned Enterprise’s management.   Keywords:        Accountability, local wisdom, public governance capacity, stakeholders, Village-Owned Enterprise

    Public Governance in Accountability of Village Enterprise (BUMDes) Management: a Stakeholders Perspective

    Get PDF
    This paper discusses the imbalance of the role of stakeholders in the accountability of village enterprise management. One of the stakeholders dominates, this has hampered corporate actions based on public governance on the accountability of BUMDes management. Accountability is only carried out as a form of procedural accountability to the village government and district government. Even though there is a horizontal accountability mechanism to the public, it does not work effectively.One of the reasons for the accountability failure of BUMDes management is the unclear role and responsibility of stakeholders in managing BUMDes. Rural Communities, Representative Institutions (Badan Permusyawaratan Desa), Private Sector, and the ohter Village Institutions do not have proportional roles and responsibilities in the accountability mechanism for BUMDes management. It means the capacity of stakeholders in the accountability process of BUMDes management is relatively low. Even though the capacity of stakeholders is important to strengthen the accountability of BUMDes management, because all stakeholders can monitor and evaluate the management of BUMDes, so that the dominance of the Headman and BUMDes’s manager can be controlled. Therefore, in overcoming the vacancy in the role of stakeholders, this research proposes the need to create an accountability mechanism based on public governance, where all stakeholders will interact with each other with the aim of influencing the results of public policy. They interact with each other in the management of public organizations to fulfill various interests of the community. To integrate the role of stakeholders in the accountability of BUMDes management it is advisable to use an information system that can bring together all stakeholders in managing a BUMDes. The information system can be used to strengthen the accountability model based on public governance on the management of BUMDes
    corecore